Analisis Hukum Terhadap Tradisi Malam Tujuh Likur (Bertuntong) Di Kalangan Masyarakat Melayu Di Sarawak, Malaysia
DOI:
https://doi.org/10.62976/ijijel.v3i1.961Keywords:
Tradisi, Malam Tujuh Likur, Masyarakat Melayu SarawakAbstract
Tradisi Malam Tujuh Likur, yang dirayakan oleh masyarakat Melayu di Sarawak pada tujuh malam terakhir bulan Ramadan, memiliki makna yang mendalam dalam konteks budaya dan keagamaan. Dalam perspektif Islam, malam-malam ini dianggap penuh keberkatan, di mana umat Islam digalakkan untuk memperbanyak ibadah dan refleksi diri. Amalan seperti membaca Al-Qur'an, solat malam, zikir, dan berbuka puasa bersama menjadi inti dalam merayakan tradisi ini. Malam Tujuh Likur bukan hanya sebagai kesempatan untuk meningkatkan hubungan dengan Allah, tetapi juga untuk mengeratkan silaturahim dalam komunitas. Dengan demikian, tradisi ini menggambarkan perpaduan antara nilai-nilai Islam dan warisan budaya Melayu, memperkuat identitas keagamaan dan sosial masyarakat. Artikel ini menganalisis pengaruh dan signifikansi tradisi Malam Tujuh Likur dalam membentuk keperibadian masyarakat Melayu di Sarawak serta dampaknya terhadap penghayatan ajaran Islam.
Downloads
Published
Issue
Section
License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.