Hukum Menyediakan Piduduk Pada Saat Acara Pernikahan Yang Dipercayai Masyarakat Banjar Untuk Menghindari Gangguan Makhluk Halus
DOI:
https://doi.org/10.62976/ijijel.v3i1.959Keywords:
Tradisi, Piduduk, UrfAbstract
Penelitian ini bersifat empiris atau penelitian dengan melakukan observasi/wawancara, dengan mewawancarai salah satu mu’allim di pondok pesantren rasyidiyah khalidiyah amuntai untuk mengetahui hukum menyediakan piduduk pada saat pernikahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat Banjar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep tradisi piduduk yaitu menggunakan beberapa sajian dalam perkawinan. Tradisi piduduk ini dipercaya untuk menolak bala agar terhindar dari roh-roh jahat yang mengganggu selama acara perkawinan itu dilaksanakan. Karena masyarakat beranggapan bahwa akan ada bahaya yang menimpa apabila piduduk tersebut tidak dilaksanakan. Dan sejauh ini pelaksanaan tradisi piduduk dalam perkawinan dikategorikan al-urf al-fasid dan al-urf al-shahih. Al-urf al-fasid , karena banyaknya masyarakat yang meyakini piduduk tersebut agar terhindar dari roh-roh jahat, padahal meyakini selain Allah itu termasuk dosa besar dan perbuatan syirik. Bisa menjadi al-urf al-shahih apabila orang yang melaksanakan perkawinan tidak meyakini bahwa tradisi piduduk merupakan suatu yang menyebabkan bencana. Tradisi piduduk dapat diterima menjadi salah satu adat yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Quran maupun hadis jika pelaksanaannya di dalam masyarakat sendiri dirubah yakni dengan cara meluruskan niat dalam melaksanakannya bukan menjadikan kita musyrik tetapi piduduk tersebut disediakan hanya sebagai lambang atau simbol dari doa yang diharapkan untuk si pengantin.
Downloads
Published
Issue
Section
License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.